Baleg Pantau Pelaksanaan UU Bantuan Hukum
Badan Legislasi DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah untuk memantau pelaksanaan UU no.16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Bankum). Sejumlah masukan berhasil dihimpun dari pihak terkait diantaranya pejabat pemprov, Kakanwil Hukum dan HAM, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan akademisi dari perguruan tinggi.
“Program pemantauan sekaligus sosialisasi bukan hanya untuk UU belum kita sahkan tetapi juga UU yang sudah kita sahkan. Kami menghargai masukan yang telah disampaikan, kita akan bicarakan dalam rapat Baleg apakah dengan sejumlah input yang kita terima muaranya adalah revisi UU,” kata Ketua Tim Kunker Baleg Firman Subagio di Kantor Gubernur Provinsi Jateng, Semarang, Kamis (25/6/15).
Ia berharap pada kesempatan sosialisasi selanjutnya Baleg dapat menggandeng pihak perguruan tinggi terutama LBH kampus untuk melakukan sosialisasi. Baginya pelibatan para cendikiawan yang berada di universitas sangat diperlukan dalam menuntaskan sebuah produk legislasi.
Firman yang juga Wakil Ketua Baleg ini juga menggarisbawahi salah satu UU yang saat ini perlu sosialisasi intens adalah UU Desa. Ia berharap pihak perguruan tinggi dapat mendukung upaya ini agar kehadiran produk legislasi itu jangan sampai menjadi bumerang, bukan menyejahterakan tetapi menjerat aparat desa dengan kasus korupsi.
“Jangan sampai muaranya nanti Menkumham minta anggaran tambahan ke DPR untuk pembangunan penjara baru untuk menahan kepala desa atau aparat desa lain yang terjerat korupsi,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut sejumlah masukan berhasil dihimpun diantaranya dari Arifin akademisi Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang. Menurutnya UU Bankum belum memberikan ruang kepada mahasiswa dan dosen fakultas hukum berpraktek litigasi, memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat di pengadilan karena terkendala belum punya surat izin beracara.
Sementara itu Sugiharto dari Asosiasi Advokat Indonesia menyebut kriteria miskin yang mendapat bantuan hukum cuma-cuma dari negara, perlu dipertegas. Tidak jarang pihak yang mengaku miskin dan minta bantuan hukum gratis ternyata dalam peninjauan lapangan memiliki harta yang seharusnya tidak dimiliki warga masuk kategori miskin.
Ia juga berharap honor yang disediakan negara bagi pengacara yang memberikan bantuan hukum cuma-cuma agar diberikan pada awal proses perkara. “Honor dari negara sebaiknya dibayarkan di depan karena ini untuk biaya operasional, kalau setelah kasus selesai tidak ada artinya,” kata dia. (iky) foto: ibnur/parle/hr